Minggu, 12 Januari 2020

seputar Amanno

Seputar Amanno

Kebesaran kampung di masa lalu yang menjadi kebanggaan kita di masa kini tidak pernah luput dari kritikan. Kebesaran masa lalu yang masih terkenang dan menghiasi setiap kalbu anak negeri mestinya bukan sesuatu yang perlu dikritisi bahkan dirisaukan sedemikian rupa, Itu adalah mindset, sebagaimana setiap bangsa lain di dunia yang selalu merasa sebagai bagian dari suatu bangsa yang besar.

Kritikan terus mengalir dari sana-sini dari waktu kewaktu tetapi kebanggaan itu ternyata tidak pernah surut langkah dari dalam benak setiap anak negeri, kalaupun kritikan itu menghasilkan dampak mungkin hanya sebatas secara lahiriah akan surut intensitasnya, akibat orang menjadi takut, tidak percaya diri dan malu atau khawatir kalau akan dianggap rendah atau nyata-nyata akan direndahkan apabila selalu mengungkap akan kebanggaannya. Padahal diam-diam semua mengakui, mengagumi, dan benar-benar bangga akan kebesaran negerinya. Itu menunjukkan bahwa kebesaran masa lalu sungguh suatu kebesaran mengagumkan yang terukir di atas batu pualam berkualitas tinggi dan tidak lekang oleh jaman. Bagaikan bintang di langit nun jauh disana mungkin materinya sudah tidak ada karena telah lama musnah, namun cahayanya masih tampak dari tempat kita memandang. Kalau saja kebesaran itu hanya terukir di pasir pantai, tentu sudah sejak lama tersapu ombak dan hilang ditelan jaman.

Dampak lain dari kritikan itu lama kelamaan orang akan menyembunyikan kebanggaannya mengenai kebesaran negeri supaya dianggap bisa berdiri sama tinggi dengan orang-orang pandai. Pada turunan kesekian dapat dibayangkan kebesaran itu akan benar-benar sirna dari peredaran, dan atas dasar rasionalitas gaungnya tidak akan terdengar lagi……

Kebanggaan muncul bukan sebagai doktrin, bukan juga sebagai kewajiban. Secara langsung atau tidak kebanggaan muncul dengan sendirinya karena proses pembelajaran yang tidak pernah selesai dari waktu ke waktu melalui transfer pengetahuan dan transfer budaya dari satu generasi ke generasi. Proses pembelajaran yang tidak pernah selesai itulah yang disebut kehidupan, dan bagi jiwa-jiwa yang telah “terbukakan” pasti akan ada makna yang bisa ditangkap untuk dipejari bagi perbaikan kualitas hidupnya. Proses itu terus berlangsung secara alamiah jadi rasanya menjadi kurang bijak kalau kita mengkritisi dengan membandingkan pencapaian-pencapaian yang telah diperoleh menggunakan tolok ukur material pengetahuan yang terkotak-kotak seperti sekarang ini

Kebesaran itu bukan hanya milik masa lampau. Kebesaran itu adalah “marathon”, jangka panjang, meliputi semua hal yang kecil maupun yang besar. Kita semua adalah bagian dari kebesaran itu sendiri. Sepanjang perjalanannya negeri tetap dalam kebesarannya yang kharismatik sampai sekarang, karena terjaga dan terlindungi oleh pagar dan benteng-benteng yang kokoh mahakarya para pendahulu kita. Kebanggaan adalah wujud dari rasa syukur. Tanpa ada rasa syukur kita menjadi tidak tahu kapan saatnya “berterimakasih”.

Bandung, Des 2009
Upang Pattisahusiwa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar