Jembatan (sebuah tanggapan)
Assalamu”alaikum …Saya mencoba menanggapi tulisan saudaraku Fahmi Salatalohy. Tulisan yang begini akan bikin rame forum dalam pengertian positif, berbagai opini diharapkan dapat tertuang semua di forum. Semoga saja bisa menjadi masukan bagi pihak yang berwenang maupun pihak yang berkepentingan. Semoga apapun yang tertuang tidak diterjemahkan sebagai suka atau tidak suka, melainkan sekedar polemik pada tulisan saja.
Ibarat pepatah mengatakan “rambut sama hitam tetapi pikiran pasti berbeda-beda”, artinya dalam memandang segala sesuatu setiap orang pasti akan berbeda-beda out putnya, itu karena dipengaruhi oleh beberapa hal seperti kacamata (termasuk yang tidak pakai kacamata sekalipun), sudut pandang (bisa antara 0 – 360 derajat), dan lokasi serta ketinggian posisi kita saat memandang.
Saya misalkan seseorang yang berdiri di atas permukaan tanah hanya akan mampu memandang dalam radius beberapa meter saja sesuai ketinggiannya, kalau berada dipuncak menara atau tower maka radius jarak pandangpun makin jauh,lebih-lebih lagi kalau kita naik ke atas gunung yang tinggi, dengan sendirinya jangkauan pandangan kita pun makin luas radiusnya, apalagi kalau kita mampu berada pada posisi melebihi tingginya gunung yang tertinggi, umpamanya dari udara atau melalui satelit, maka jangkauan pandangan kitapun akan jauh lebih luas lagi.
Pada hakekatnya cara pandang kita tidak semata-mata dipengaruhi oleh tinggi rendah posisi secara harfiah saja, kita harus mampu memaknainya lebih dari itu artinya tingkat pendidikan, pemahaman, dan pengalaman sangat dominan ikut berpengaruh.
Satu konsep lagi yang kita tidak boleh lupa adalah bahwa “segala sesuatu yang terjadi tidak pernah luput dari pandangan Allah swt”.
Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS 64:11).
Kalau kita tidak melihat sesuatu manfaat atau kegunaan atas segala sesuatu, kemungkinan besar adalah karena kita belum mempunyai tingkat pemahaman untuk ke arah itu. Makanya kita dianjurkan untuk selalu berprasangka baik saja, mengingat apa yang kita pikirkan berarti itulah harapan.
“Innadzanna fainnadz dzanna aqdabul hadits “Sesungguhnya baik sangka itu dosa dalam perkataan” (al-Hadits)
Setelah kita menentukan seorang pemimpin hasil pilihan kita sendiri, semestinya kita mendukungnya dengan memberikan kepercayaan seluas-luasnya dengan rasa cinta, menghormati keputusannya, dan senantiasa mendoakannya. Karena pemimpin yang baik adalah yang mencintai dan dicintai oleh rakyatnya serta selalu mendoakan dan didoakan oleh rakyatnya.
Dalam skala nasional, yang terjadi justru sebaliknya. Situasi menjadi lebih amburadul Mungkin memang sekarang ini sedang jamannya, karena makin banyak orang yang merasa lebih pandai sehingga makin banyak pula orang yang pandai mengkritisi kebijakan pemimpin yang sedang berkuasa, seolah-olah semua yang dilakukannya tidak ada yang benar, sehingga perlu dikritisi, diawasi, dan dicurigai secara terus menerus. Kita nyaris tidak pernah mencoba menerapkan perasaan “emphaty” ketika sedang bertindak demikian. Lalu dimana tenggang rasa untuk saling mencintai, saling mempercayai, dan saling menghormati serta saling mendoakan?
Alangkah indahnya kalau Amanno jadi negeri impian yang mampu menjadi potret pemerintahan Islami dan ideal, sebagaimana yang dicontohkan dalam pemerintahan Rasulullah.
Modal utama sebenarnya sudah nyata, karena semua penduduk negeri adalah muslim, jadi setidaknya sudah satu fisi, dan banyak warga Sissodi yang berpendidikan tinggi, dan berhasil menjadi pemimpin di rantau (baca: “Profile Tokoh SSI” tulisan Dino Pattisahusiwa-red) artinya negeri sudah sangat terbuka dan akses luas terhadap kemajuan dari “dunia luar” dalam berbagai bidang termasuk budaya,pendidikan,teknologi & informasi.
Mungkin Kekurangannya…… “hanya” masalah persatuan dan kesatuan sesama iko Sissodido!! dengan menggunakan perumpamaan sasalatolo sebagai gambaran sebuah persatuan dan kesatuan (baca: pika mese-mese-red), dalam prakteknya “konsep sasalatolo” ini tampaknya belum “membumi” di iko Sissodido.
Kembali ke masalah jembatan……..
Beta rasa seng ada yang salah deng jambatang itu……. (haa…haa…..ha…..), soal materialnya dari kayu kek, dari beton bertulang kek, atau mungkin ada teknologi tercanggih lai beta seng tahu, yang jelas namanya tetap jambatang tho????
Fungsinya juga seng jauh-jauh sekedar untuk memudahkan katorang naik turun kapal tanpa harus buka alas kaki dan gulung calana, atau katong seng parlu lai gendong dorang karena khawatir basah (kalau seng ada hati angka antua lalu banting akang ka dalang air biar basah sekalian….sioooo…..)
Jadi ya…….bersyukur sekali daripada katong turun di Manuhua?.
Pada umumnya konsep pembangunan mencakup segala bidang,
meliputi fisik maupun non fisik, tapi dalam pelaksanaannya biasanya menggunakan skala prioritas,bagian mana yang paling menyentuh langsung kepentingan masyarakat banyak, dan mana yang berfungsi memicu pertumbuhan. Biasanya sektor yang mampu berfungsi untuk memicu pertumbuhan akan masuk standar prioritas.
Jembatan ini misalnya,termasuk pembanguan infrastruktur yang tentunya diharapkan mampu memicu mobilitas warga menjadi lebih tinggi dan merupakan fasilitas untuk akses keluar yang lebih cepat, effeknya diharapkan mampu menumbuhkan perekonomian setempat menjadi lebih mapan, dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan tarap pendidikan dan pengetahuan masyarakat ke tingkat yang lebih tinggi lagi.
Anggap saja Jembatan kayu ini adalah proyek uji coba, kalau ternyata manfaatnya luar biasa dan melebihi dari harapan semula, tidak menutup kemungkinan suatu saat kelak Insya Allah dapat ditingkatkan kelasnya. Semoga……..
Atau……ke amaone……tumatao jaiyoooo?.
Wassalam
Upang Pattisahusiwa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar